Halaman

Selasa, 26 Maret 2013

Dua Puluh Delapan Desember Dua Ribu Sembilan


Ini kali pertama aku jatuh dalam pusaran bernama cinta, apa benar namanya cinta, aku juga kurang tahu persis, karna dalamnya sangat gelap dan pekat. Hanya jika kau menikmatinya maka kau akan melihatnya penuh warna.

Kita punya cerita tersendiri, dibawah hujan, di bawah matahari, di antara kemacetan berbagai kendaraan, di tengah sumpeknya hingar bingar kehidupan kita, diantara ratusan anak-anak SMA dan bahkan di tengah ribuan mahasiswa.

Ini adalah kita berdua, tentang aku dan kamu, tentang kalutnya hatiku dan mungkin hatimu juga. Tentang tawa konyol kita dan yang aku lepas begitu saja di hadapanmu. Tidak ada rasa sungkan yang aku perlihatkan atau ku sembunyikan. Kau tahu mengapa? Ah kurasa kau pasti tau jawabannya. Hujan pun tau apa jawabannya.

Disini tertuang ribuan kisah kita, kisah yang tak pernah mati kecuali ajal atau Tuhan yang berkendak. Kisah yang kita mulai tiga tahun yang lalu, saat kita masih sama-sama mengenakan seragam putih abu-abu, kisah yang di mulai di tanggal dua puluh delapan desember dua ribu Sembilan itu hingga kini dua puluh enam maret dua ribu tiga belas, tak pernah surut meski kita tahu ego kita kadang menguasi hati.

Untukmu sesorang yang sering memanggilku dengan nama jagoan, shunsine, dek lia, dede atau apapun itu aku terima, dan untukmu hanya satu nama yang selalu aku gelarkan kepadamu “kakak”. Aku harap suatu saat kau akan baca post ini, entah kapan. Mungkin saat postingan ini sudah mulai terkubur dengan post-post lain. Bacalah berulang jika kau mau. Copy paste, capture atau apapun jika kau mau membacanya secara berulang.

Terimakasih untuk semuanya, terimakasih mulai dari dua puluh delapan desember dua ribu Sembilan hingga detik ini.

Aku sayang kamu. 

Minggu, 24 Maret 2013

NAIF


Nikma ada benarnya, saat seperti ini harusnya aku menghabiskan waktu untuk nulis, nyelesaikan novel yg tertunda, ngerjain bahan uts atau sekedar nongkrong di McD untuk sekedar menyantap sundae original yang biasa aku pesan sama.. sebut aja pacarku sendiri.
Hampir seminggu sudah dia berkelana di pulau jawa sana. Bersama adik dan bapaknya sendiri. komunikasi kita susah banget, terkadang dalam satu hari hanya ada satu pesan yang ia kirim ke aku. Lalu bagaimana dengan aku? Aku sendiri sebenarnya muak dengan keadaan ini, sehari seperti seminggu, seminggu seperti sebulan untuk seorang pecandu wangi tubuhnya. Bahkan matahari yang terik begitu benar benar mencibirku, mencibir atas hatiku yang pias. Bukan hanya hati, mukakupun rasanya sudah kaku, tengkukku yang mengeras dan kepala yang terus berdenyut menjengkelkan.

Satu minggu itu hanya aku habiskan dengan kesibukan yang nggak jelas, entah nyari menu diet, baca novel, beli novel, sampai lama-lama di kampus hanya sekedar ngantri absen. Begitu kembali kerumah rasanya seperti ingin meledak, fikiranku sendiri yang mengendalikanku seperti ini, naïf.
Beberapa gelintir orang selalu bertanya kapan ia balik. Hari selasa aku bilang, dengan mimik ceria seolah-olah hari selasa itu sebentar lagi. Kembali naïf.

Hey anak naïf, sedang apa kau malam ini?
Apa kau masih mau menyembunyikan batu besar di hatimu?
Apa kau masih akan bersikap menutupi rindumu, yang entah kapan akan meledak?
Ini bukan masalah rindu, ini masalah ganjal besar di hati. Batin ini bergejolak terus menerus, membuat si pemilik hati selalu menghembuskan nafasnya dengan berat, bahkan hingga orang-orang di sekitarnya terheran-heran. Wajahnya ceria, tapi nafasnya begitu berat seperti ingin mengeluarkan suatu gumpalan besar dari dalam tubuhnya itu.

Sedikit gerakan selalu ada hembusan berat dari nafasnya, langkahnya bahkan agak terhuyun.
Kenapa selalu saja ada sesuatu yang membuat kita berpisah, salah paham, bertengkar, siapa yang perlu di salahkan? Aku? Kamu? Manusia di masa lalu kita? Waktu? Atau takdir? 

Sabtu, 23 Maret 2013

Mendekap Rindu


Hei. empat hari yang lalu aku menatap hujan di persimpangan jalan itu. Aku tau sore itu kamu pergi, hanya sebentar. Mendongakkan kepala dan membuka mataku lebar-lebar, biasanya ada pesawat lewat di atas sini. Lama aku mendongak, menantang langit yang pekat.
Sadar kamu bukan lewat jalan udara, melainkan jalur darat aku marah.
Harusnya aku tidak menantang langit.

Empat hari itu berlalu, aku memakan segala kesibukanku tanpa sisa pagi hingga malam. Entah apa saja yag aku kerjakan. Jika mereka menatap mataku terpancar jelas bagaimana aku mendekap rinduku. Aku biarkan ragaku dan fikiranku tenggelam dalam berbagai hal kesibukan.
Tidak jangan ingat apapun, jangan buka galleri ponsel, jangan baca message apapun darinya secara berulang itu akan memupuk rinduku.

Apa sekarang aku bisa mengatasi gejolak hatiku..
Ku biarkan emosiku mengendap, nanti akan seperti debu, larut bersama hujan.
Bukan jarak yang di persoalkan melainkan waktu, terpaut satu jam dan bisa jadi jarak ada di dalamnya.
Sesulit itukah kamu memberi  kabar? Aku tak butuh gambar-gambar update di adikmu yang dia kirim lewat whatsapp, aku hanya butuh sedikit pesan kabarmu. 

Sudahlah biarkan hari berganti dan berganti, biarkan aku mendekap rinduku, bukannya dulu aku sudah cukup terbiasa dengan kepergianmu, dan sekarng aku perlu menyesuaikan diri lagi seperti dulu, meskipun sekarang aku sudah terlanjur candu dengan kehadiranmu.
Bahkan saat kamu kembali mungkin akan masih aku dekap dengan erat rindu ini.

Sabtu, 16 Maret 2013

Hujan Punya Cerita Tentang Kita




Aku punya sesuatu untukmu, sudah lama kubenamkan untuk mendapatkannya. seonggok kertas, seperti kertas buram.

Diatasnya hanya tertuang tinta hitam sekilas tidak menarik siapapun untuk membuka apalagi membacanya. tapi aku berbeda, aku sangat bernafsu membuka, membaca, melahap habis kata demi kata, kalimat demi kalimat hingga paragraf demi paragraf.
Kisahnya tidak absurd seperti kisah kita. tapi tegas menggambarkan sesuatu yang.. ah seperti kita.
aku ingin kau membacanya, meresapi apa yang ada di dalamnya mungkin cukup mewakili tentang gemuruh hatiku. Pun jika kau memahami kalimat demi kalimat di dalamnya.

Jatuh cinta kepadamu begitu menyenangkan,  seperti meringkuk dalam selimut hangat pada malam yang hujan. seperti menemukan keping terakhir puzzle yang kau susun. Cinta ini sudah berada tepat di tempat yang seharusnya, di ruang hatimu dan hatiku.
Namun, mengapa resah justru merajai kita? Padahal katanya cinta sanggup menjaga. aku ingin kau tahu, diam-diam, aku selalu menitipkan harapan yang sama ke dalam beribu-ribu rintik hujan : aku ingin hari depanku selalu bersamamu.

Aku mencintaimu. Selalu.
Dan, mereka tak perlu tahu..




Senin, 11 Maret 2013

Ketika Kamu Mulai Memahamiku


Senja selalu datang saat aku ingin mengeluh, saat aku ingin bersandar menumpahkan kepenatan oleh siang yang begitu panjang, membuat lelah hati bahkan ingin sekali aku berteriak melepas amarahku. Rasanya teduh saat aku menatap senja, siluet oren keemasan itu tak pernah lelah menghiburku. Jangan tanya darimana asalnya, bahkan aku sendiri tidak tau.

Senja,
Dimana saat semua orang harus pergi meninggalkan aktivitasnya yang membuat capek hati untuk pulang ke gebuk sederhana mereka. Saat semua orang bersiap menyambut datang malam yang menjajikan mimpi-mipi pengantar tidur yang indah. Saat dimana ia menjanjikan bintang yang begitu indah, untuk menggantikan matahari yang terkadang membakar semua emosi.

Aku menyukai senja, sangat menyukainya. Biarkan aku menyaksikan siluet itu setiap hari. Jangan tanya apakah aku tidak bosan? Apakah aku tidak jenuh? Aku akan menjawab tidak, jawaban ini akan sama seperti ini jika sepuluh tahun mendatang kalian akan tanya hal yang sama.
Sejak kedatangan seorang laki-laki tiga tahun silam, aku bahkan menjadi begitu melankolis. Terkadang aku ingin memaki senja yang selalu muncul menyilaukan mata. Marah karena satu hari akan berakhir, Terlalu cepat untuk kami berdua.

Siluet keemasan itu marah, saat aku ingin memakinya. Aku tatap dengan mata yang kusam, jangan tenggelam, berbaliklah ke arah timur, aku ingin mengulang hari ini. Tapi bukannya besok masih ada hari lain? Tidak, hari esok akan sangat berbeda dengan hari ini. Buatlah agar tampak sama. Ya tampak sama tapi tidak sama persis rasanya akan lebih absurt. Emosiku dan emosinya akan berubah dalam 12 jam, sudahlah biarkn tenggelam, biarkan aku tenggelam bersama malam, biarkan aku menikmati semuanya dalam mimpi, iya jika aku bermimpi malam ini.

Cerita ini sederhana, sangat sederhana. Jika kamu benar-benar tulus kamu akan paham apa yang aku tuliskan disini. mungkin jika kamu lebih peka lagi tanpa aku tulis kamu akan paham.
Terimakasih kamu yang seperti senja yang mengingatkanku bahwa setelah siang akan datang malam. Waktu dimana aku harus bermimpi untuk kemudian bangun keesokan paginya, mengguratkan senyum kepadamu.

Jumat, 08 Maret 2013

Prolog 3 (Lingkar Matamu..)


Saat aku menatap guratan lingkar matanya, aku sadar ada rasa kagum yang menghampiriku. Aku coba untuk sadarkan diri, mencubit hati agar sadar bahwa dia tak mengenalku.
Kita berbeda, ketenaran kita, pola hidup, pergaulan hingga cara pandang kita tentang arti hidup juga berbeda.

Aku memandang hidup seperti sebuah arena permainan anak-anak, menyenangkan, penuh tawa tak ada beban, tak ada yang perlu di pikirkan selain es krim, cake buatan mama, cokelat dan kentang goreng yang biasanya aku beli di jajanan pinggir jalan. Sedangkan kau memandang hidup jauh lebih spesifik, kau memegang tanggung jawab besar dari keluargamu, kau bahkan menutup diri dan mungkin membenci orang sepertiku, yang memandang entengnya hidup hingga bisa tertawa lepas.

Mungkin hanya kau yang memandang hidup begitu berat, kau dingin, keras dan kaku. Tapi aku tidak membencimu justru aku sangat kagum, aku kagum dengan laki-laki sepertimu, aku ingin kau ada mengajariku arti hidup yang sesungguhnya dan aku juga ingin mengisi kekosongan lingkar matamu.
Apakah bisa aku mengisi kekosongan disana, sedangkan di depan aku menghadapi tembok yang begitu tinggi.
Pemisah antara aku dan kamu

Rabu, 06 Maret 2013


Selamat sore senja di barat, entah ini hari ke berapa puluh ribu, berapa puluh juta atau berapa puluh miliar aku manatapmu di barat sana.
Ronamu merah keemasan, sangat cantik. Hingga semua orang akan melupakan semua masalahnya jika melihatmu.

Hey lihat aku bahkan melupakan masalahku saat aku menatapmu. Apa kamu dapat lihat rona pipiku? Aku sangat-sangat bahagia, karena sorang laki-laki di ufuk barat sana, tubuhnya besar. Aku suka menatap punggungnya, kokoh.
Dulu dia bintang yang susah aku raih, berkhayal akan meraihnya saja aku tak berani, tapi sekarang bahkan saat ini dia selalu ada di sampingku.

Dia bahkan menjadi bintang selalu bersinar saat pandanganku gelap, tidak pernah padam. Dulu sinarnya sempat padam karna rona dari masa lalu berhembus kearahnya, berhembus sangat keras hingga aku dapat tersentak. Saat itu aku sadar kalau aku terlalu menikmati sinarnya bahkan sampai lupa pada apapun.
Brengsek. Aku bisa katakan itu hal terbrengsek yang pernah aku lalui, aku benci hari itu. Hari dimana bintang itu menjelma seperti sebuah gadah besar yang siap menghantamku jika aku lengah sedikit saja. Saat itu aku sadar mungkin kau bintang paling egois yang pernah ada. Kau terlalu egois untuk memaklumiku, kau buka hatimu agar rona masa lalu berhembus dengan lembut ke arahmu kau bahkan menikmatinya. Sedangkan aku menangis dan kedinginan sendiri berharap angin pengertianmu berhembus deras ke arahku.
Aku pesimis saat menatap lurus angka 28 di kalender bulan Desember tahun lalu. Masihkah bertahan tiga tahun? Atau aku sudahi saja, hina sekali jika waktu itu aku memutuskan untuk angkat tangan dan mundur. Tapi nyatanya aku bisa melalui tanggal 28 itu.

Ah sudahlah jangan terlalu memflashbaack cerita masa lalu, terlalu absurd untuk di bahas dan terlalu jenuh kalau hanya terus di ulang, itu hanya masa lalu.
Dan sekarang Maret 2013 aku sering mendapatimu dengan setangkai mawar putih, aku kagum, aku suka, aku sayang, aku cinta.
Aku bahkan hampir lupa dengan masalah yang berhasil menaikkan derajat kita berdua. Aku tatap dengan dalam matamu, nyaris tidak ada lagi bayangan siapapun disana selain aku. Ya, hanya ada aku. Sekarang mungkin aku bisa berbangga hati menjadi masa depanmu, akan aku jaga hingga nanti saat aku sudah cukup matang untuk kamu ambil dari tempat kelahiranku.

Terimakasih senja kamu ajarkan aku untuk lebih dewasa, kamu ajarkan aku untuk lebih memaafkan, kamu ajarkan aku untuk menjadi kuat,kamu ajarkan aku untuk jadi perempuan yang lebih cantik lagi, kamu ajarkan aku untuk tidak pesimis dan kamu ajarkan aku untuk lebih mencintai bintang disana