Halaman

Senin, 30 Juli 2012

sugar part I

Siapakah kita?
Siapakah aku?

Kenapa kita dilahirkan ke dunia ini?

Kenapa kita besar dan sekolah?

Buat apa semua ini?

Dan bagaimana akhirnya?

Semua pertanyaan ini..

Mungkin tidak akan mendapatkan…jawabannya.

Hingga kita menutup mata.

Namun selama aku hidup..

Inilah yang aku percaya..

Bahwa aku karna cinta..

Bahwa aku hidup untuk cinta..

Dan suatu hari..

Aku akan berpulang kembali ke..cinta.

Cinta bukan berarti selalu tertawa..

Bukan juga selalu bersedih..

Cinta berarti bukan selalu mengetahui..

Tapi cinta berarti selalu memahami..

Siapakah kita?

Siapakah aku?

Pada akhirnya aku hanya bisa menjawab..

Bahwa jati diri kita hanyalah satu..

Yaitu…cinta.

Karena kalau bukan karena cinta..

Keberadaan kita di dunia pastilah kehilangan makna..

Sabtu, 21 Juli 2012

Bored

i'm bored
Really bored
over bored
super bored
extremely bored
i'm bored !

Sabtu, 14 Juli 2012

Vanilla Twilight


The stars lean down to kiss you
And I lie awake and miss you
Pour me a heavy dose of atmosphere
'Cause I'll doze off safe and soundly
But I'll miss your arms around me
I'd send a postcard to you, dear
'Cause I wish you were here
I'll watch the night turn light-blue
But it's not the same without you
Because it takes two to whisper quietly
The silence isn't so bad
'Til I look at my hands and feel sad
'Cause the spaces between my fingers
Are right where yours fit perfectly
I'll find repose in new ways
Though I haven't slept in two days
'Cause cold nostalgia
Chills me to the bone
But drenched in vanilla twilight
I'll sit on the front porch all night
Waist-deep in thought because
When I think of you I don't feel so alone
I don't feel so alone, I don't feel so alone
As many times as I blink
I'll think of you tonight
I'll think of you tonight
When violet eyes get brighter
And heavy wings grow lighter
I'll taste the sky and feel alive again
And I'll forget the world that I knew
But I swear I won't forget you
Oh, if my voice could reach
Back through the past I'd whisper in your ear
Oh darling, I wish you were here

Senin, 09 Juli 2012

Di Bawah Langit, Kala Itu

Tak pernah aku membayangkanya. Teman masa kecilku, Akira, yang dulunya ceria, pintar, rajin dan disukai semua orang, kini telah berubah drastis. Sejak kematian ayahnya, akira sering terlihat murung dan selalu mengindar dari keramaian. Bahkan nilai-nilainya yang dulu bagus kini telah turun drastis dan tingkat kehadiranya di kelas sangatlah jarang.

Aku menghampirinya yang tengah duduk sambil menatap langit biru lewat jendela, “Anu.., Akira...” sapa ku dengan penuh ragu-ragu. “Empp, Ada apa?” jawabnya sinis. “Apa kau.. Baik-baik saja..?”, tanyaku. “Apa bagimu.. aku terlihat sedang sakit..?” jawabnya masih dengan wajah yang sinis. “Tapi dengan perubahanmu yang seperti ini..”. kataku sambil mlihat matanya. “Jangan pedulikan aku, lebih baik kau urusi saja ususanmu sendiri..”, ucap akira. “Aku ini temanmu akira, tidak bisakah bicarakan padaku apa masalahmu. Aku tahu kau dulu itu ……”, Belum sempat aku melanjutkan pembicaraan Akira memotongnya. “Kau tahu?! Kau tahu apa tentang aku..?! Jangan pernah berlagak sok tau tentang diriku!”, bentaknya sambil bangkit dari kursi dan memukul meja. Sejenak aku terdiam dan ada perasaan sakit yang mendalam terasa menusuk hati ini. Tanpa ku sadari, ternyata anak-anak di kelas memperhatikan kami. Akira yang menyadari itupun berlari keluar dari kelas dengan wajahnya yang terlihat marah dan bercampur sedih.

Sampai pulang sekolah, Akira tidak pernah lagi kembali ke kelas. Tanpa lama-lama aku pun berfikir mungkin ini adalah kesempatan yang bagus untuk mengetahui keadaannya sambil mengatarkan tasnya yang tertinggal di kelas ke rumahnya. Di depan rumahnya, aku melihat bibi Akira sedang keluar dari rumah. “Lama tidak bertemu, Bibi”. “Owh, Hikari, lama tak bertemu..”. “Anu.. bibi, ini tasnya akira yang tertinggal di kelas.” Kata ku sambil menyodorkan tas kepada bibi.”. “Owh, maaf membuatmu repot Hikari..”. “Emp, tidak apa-apa bi, aku tidak merasa direpotkan kok”, kataku sambil menggelengkan kepala. Lanjut ku berkata “Anu.. Bibi.. tentang perubahan Akira”. “Hikari, bibi minta tolong padamu terus berikan dukungan kepada Akira yah. Akira... Sebenarnya dia itu……”. Langit sore yang mendung itu seakan ingin menangis untuk Akira, Aku yang berada dibawah langit itu sambil mendengarkan semua cerita Bibi tentang Akira tidak kuat menahan kesedihan yang akhirnya membuat air mata ku keluar.

Seminggu berlalu dan Akira tidak pernah kembali ke kelas sejak saat itu. Perasaan bersalah dan sedih terasa bercampur ke dalam hati ini. Karena kegiatan klub, hari ini aku pulang jam setengah 6 sore dan bergegas berlari ke rumah sebelum gelap. Di danau tempat dulu aku sering bermain dengan akira, aku melihat akira sedang duduk sambil menatap langit di atas danau dengan mata yang kosong seperti memikirkan sesuatu.

Bergegas aku menghampirinya dan ketika sampai ia menatapku lalu kemudian bangkit dari tempat duduk dan pergi tanpa menyapaku sama sekali. “T-Tunggu Akira..!” panggil ku sambil menarik pelan bajunya. Dengan wajah sebal Akira berkata, “Lepaskan…”. Aku termenung sambil melihat mata sedihnya dari balik belakang tubuhnya, “Aku bilang lepaskann..!!’ Bentak akira yang terlihat seperti semakin kesal. “Tidak..!! sampai kapan kau akan terus begini?!, Kau hanya menerima semuanya di dalam hati tanpa pernah berbagi dengan orang lain, kau bodoh! Bodoh! Bodoh!” Bentaku sambil menangis kepadanya.

Flashback ke masa lalu dimana saat itu bibi menceritakan semuanya kepadaku, “……Akira, sebenarnya dia itu mengalami depresi yang telah lama dia simpan di dalam hati, sebelum ayahnya meninggal, ayahnya sering mabuk–mabukan dan sering pulang malam dan terkadang memukul ibu, Akira dan juga adik perempuanya. Hal itu membuat Ibu Akira depresi berat dan terkadang seperti orang gila yang menghancurkan barang-barang di rumahnya, ayahnya akira juga meninggal gara-gara mabuk-mabukan. Bibi menawarkan untuk akira dan adiknya tinggal di rumah bibi, tapi.. ia tidak ingin membiarkan ibunya sendirian dalam kondisi yang seperti itu. Karena tekanan itulah kini Akira pasti sangat depresi berat dan bibi khawatir akan kondisi mentalnya saat ini” Ucap bibi pada saat itu.
“Aku tahu semuanya.. tentang kau dan keluargamu..” lanjutku berbicara kepada Akira. Akira sempat terkejut dan lalu menjawab, “Baguslah kalau kau sudah tau, dan sekarang aku minta padamu, jangan mencampuri urusanku lagi..”. Lalu aku berkata, “Beginikah..? Beginikah Akira yang aku kenal?! Akira yang pada saat kecil mengatakan padaku untuk melepaskan semua kesedihanku dengan membaginya?! Inikah Akira?!” Bentak ku sambil menangis kepadanya. “Kau ini itu semua sudah tidak…….” Belum sempat Akira berbicara aku memotongnya dengan nada tinggi dan menangis, “Aku menyukaimu… Aku mencintaimu… Aku mencintaimu yang dulu, tak bisakah kau mengeri perasaann ini, Aku tidak ingin kau seperti ini, Aku ingin kau kembali seperti dulu dimana saat kita tersenyum bersama!”. “Aku mohon kembalikan Akira yang dulu… Akira…” Ucap ku sambil menangis memohon di kakinya. Saat itu Kata-kata ku yang keras memecah heningnya petang yang kala itu merubah langit menjadi Merah kekuningan. Dan di bawah langit itu, di tepi danau ini hanya ada aku dan akira yang menangis bersama.

Malamnya di saat hujan yang cukup deras, ponsel ku berdering dan dari nada deringnya aku tahu kalau ini adalah Akira. “Aki.. ra?” tanyaku padanya. “Hikari.. Aku.. terimakasih untuk kata-katamu tadi sore”. “Ehpm.. tidak apa-apa, aku senang kalu sudah mau mendengarkan aku” jawabku. “Anu Hikari.. Aku sudah mengatakan pada ibu, sepertinya besok kami akan pindah ke rumah nenek di desa. Ibu bilang tinggal di kota akan membuat kami terigat kenangan buruk itu..”. “Ehpm, begitukah.. lalu.. bagaimana denganmu..?” tanyaku. “Demi kebaikan ku ibu menyuruh ku untuk pergi juga.”. Sejenak aku terdiam dan menjawab, “Ehpm.. Kau harus melakukan itu..”. “Hikari, tidak apakah..?” tanya akira padaku. Dengan nada ceria aku menjawab “Tenang saja, aku ini lebih tegar dripada yang kau lihat. Asalkan kau harus kembali suatu hari nanti yahh..” ucap ku. “Pasti, pasti aku akan kembali..” katanya. “Ehpm, Akan kutunggu.. ya sudah tidurlah, besok kau harus berangkat pagi, kan?”. “Iya, jaga dirimu baik-baik, Hikari”. Pesannya padaku. “Iya, kau juga, Akira”. Ponsel sudah berhenti menyampaikan kata-katanya. Aku bangkit dari ranjang dan kemudian membuka jendela, lalu berkata sambil menatap langit hujan dengan nada menangis pelan “Kenapa..? Padahal aku bilang aku pasti akan tegar, tapi nyatanya rasa sedih ini membuat mataku menangis. Akira.. bagaimana denganmu..?”.

Esoknya di kelas, aku sadar kalau bangku akira mulai hari ini tidak akan pernah terisi lagi. Absen kelas mulai berjalan, ketika nama akira disebutkan, serentak dengan akira yang membuka pintu kelas sambil terengah-engah seperti habis berlari dan lalu berkata dengan senyum di wajahnya, “Maaf..Hah..Hah.. Aku…Hah Terlambat”. Guru dan teman-teman lainya hanya tertawa melihat Akira tingkah konyol Akira kala itu, “Ya.. itu adalah senyum yang telah lama tidak ia perlihatkan kepada semua orang.” Pikir ku sambil tersenyum.

Di perjalanan pulang Akira berkata kalau ibunya berubah pikiran dan memperbolehkan Akira untuk tetap di kota bersama bibinya. “Heh? Begitukah..? Aku menyesal menangis semalam..” Responku dengan nada kesal setelah mendengar ceritanya. Akira berlari kedepan dan kemudian menghadapku sambil tersenyum lalu berkata, “Bagaimana kalau mulai saat ini kau menjadi pacarku, Hi..ka..ri”. “Heh.. Hehhhh?! Siapa yang ingin menjadi pacarmu, huh!” kataku sambil sedikit sombong. “Heh.. begitukah? Kalau begitu.. aku akan mencari wanita lain” ledek Akira sambil berlari. “Heeehh Tu-Tunggu Akira, Jangan berlari..” kataku sambil mengejarnya. Senyum, canda dan tawaan kami keluarkan seakan menebus semua penat kami selama ini. Di bawah langit sore yang cerah saat itu, sekaan menjadi saksi… kisah kami

Minggu, 01 Juli 2012

Siluet Saksi Bisu


“Ketika sebuah kejujuran dipertanyakan, terkadang kita memilih untuk tetap diam dan tak mengungkapkannya. Tapi, sedalam apapun kita memendamnya, sebarapa pun jauh kita menyingkirkannya, suatu saat semua akan tetap terungkap. karena, waktulah yang akan menjawabnya, harapan yang akan jadi saksi semua peristiwa”

Hari ini terasa sangat melelahkan, semua tak seperti biasanya. Aku duduk melamun di bangku sekolah dengan membiarkan riuh gaduh dan sedikit celotehan dari teman-teman sekitarku berlalu tanpa respon hatiku, semua terasa sepi seakan tak ada suara, senyap, hampa, hanya ada aku dan bayangan sesosok insan yang pernah singgah di kalbuku. Dia tersenyum indah dan berjalan mendekatiku.
“Tett…tett…tett..tett….” bel sekolah berbunyi keras, menusuk dan masuk ke dalam gendang telingaku, dan membangunkanku dari lamunan yang indah tentang sesosok insan yang kuharap kini hanya akan menjadi bagian dari masa laluku. Sesegera mungkin aku berdiri dari tempat dudukku dan berlalu meninggalkan teman-temanku tanpa memberikan sebuah “toss” sebagai tanda persahabatan yang memang biasanya selalu aku berikan pada mereka. Aku berlalu dan berjalan menyusuri ruang-ruang kelas, aku terus berjalan melanjutkan langkah kakiku menuruni tangga sekolah tanpa terus menghiraukan kebisingan sepanjang alunan langkah kakiku, ketika tepat separuh kususuri tangga sekolah, aku mendengar suara yang memanggil-mangil namaku. 
Sebuah suara yang sudah tak asing lagi di telingaku. Suara itu terasa semakin keras dan mendekat, lalu kuhentikan langkah kakiku dan kucoba mencari arah sumber suara, dan ternyata benar, dia adalah sosok lelaki yang memang sudah tak asing lagi bagiku, Reivan. Sosok lelaki yang pernah singgah di hatiku, sesosok lelaki yang pernah membuatku melambungkan angan dan harap yang kian melayang, sosok yang pernah membuatku hanyut dalam gelora rindu yang kian membara, tapi aku harus memendam semua rasa itu, rasa yang tulus dari dalam hatiku, karena aku harus menerima kenyataan kalau ternyata kini dia sudah menjadi kekasih sahabatku sendiri.

Dia terus berjalan mendekatiku dengan melemparkan senyum manis bibirnya dengan hiasan lesung pipi yang membuatnya semakin terlihat lebih sempurna bagiku. Dan anganku kini mulai melayang jauh, memutar memori kejadian semalam, saat dia mulai tanyakan perasaan yang pernah ada dalam hatiku untuknya, sebuah rasa yang tak seorangpun mengetahuinya, yang aku juga tak mengerti dari mana dia bisa mengetahui itu. Tapi aku harus menyimpannya sendiri, karena aku tak mau orang lain mengetahui kesedihanku. Mungkinkah dia pertanyakan hal itu lagi? Lalu, kuputar lagi memori beberapa hari yang lalu, saat aku harus menjadi orang pertama yang tahu dan menerima kenyataan kalau dia adalah kekasih sahabatku sendiri. Dan,…. kenapa kini dia harus datang lagi, saat aku mulai berusaha untuk melupakannya. Sebuah rasa yang pernah aku pendam yang tanpa seorang pun tahu, termasuk Reivan dan sahabatku mytha.
“ Hai sya..” sapanya dengan sedikit melambaikan tangan ke atas setinggi bahu.
“oh,,ya, hai juga Van” jawabku datar,
“soal pertanyaanku semalam, maaf ya..aku ingin tanya lagi??” Dengan memberikan bonus senyum manisnya,
“nggak apa-apa” jawabku acuh dengan memulai langkah lagi,
“Sya,kenapa sih kamu bisa mencintai aku,apa yang kau suka dariku??”
“Jangan tanya itu Van, yang hanya perlu kamu tahu kalau itu hanyalah sebuah masa lalu” aku hentikan langkah kakiku tuk kedua kalinya dengan berusaha bersikap tegar, berusaha menjawabnya dengan seolah-olah itu memang masa lalu.dengan sedikit memalingkan wajahku dari tatapan matanya
“Lalu apa maksud kata-katamu dengan sebelum aku tersadar kalau ternyata persahabatan itu lebih berarti???” tanyanya penuh penasaran dengan nada tinggi
“Belum waktunya kamu tahu itu,! Tapi aku janji, suatu saat kamu akan tahu semua itu”
“Okey, nggak papa, tapi aku minta kalau kamu juga harus janji ya kalau ini cuma rahasia kita berdua??” pintanya.
“Okey” jawabku dengan sedikit melihat ke arahnya, lalu ku ulurkan tanganku ke arahnya dengan menunjukkan jari kelingkingku, dan dia pun juga melakukan hal yang sama, kami satukan tangan kami sebagai sebuah tanda janji yang nantinya harus kami tepati. Pandangan matanya melihat tajam ke arahku, seolah-olah ingin mengetahui segala sesuatu yang saat ini aku rasakan, semua perasaanku terasa kembali lagi ketika mengucap janji dan menyatukan harapan,, rasa yang selama ini hanya menjadi angan kosong yang melambung tinggi dan sudah terlalu lama ku pendam dan harus ku kubur dalam-dalam saat aku tahu dan harus menerima kenyataan kalau dia sudah menjadi kekasih sahabatku sendiri. Tapi saat ini semua terasa berbeda, seperti hanya ada aku dan dia, bernaung di bawah tangga sekolah. Bersatu mengucapkan janji tanpa ada pikiran sedikitpun yang terbesit kalau dia adalah kekasih sahabatku.

Lalu dengan lekas tapi pasti kulepaskan ikatan tanganku dengannya,
“Aku duluan ya, aku ada janji dengan teman kecilku” ucapku mengalihkan pembicaraan
“Iya,,hati-hati..” ucapnya
Aku berlalu meninggalkannya dan melanjutkan langkah kakiku menuruni tangga sekolah yang masih panjang. tapi, perlahan-lahan aku mulai tersadar lagi, kalau “kini dia adalah kekasih sahabatku, aku nggak harus menaruh harapan padanya, toh yang dia tahu perasaanku itu sudah menjadi masalalu. Tapi kenapa dia harus pertanyakan lagi semua perasaan yang sudah sekian lama aku pendam dan aku buang jauh-jauh ini,kenapa dia harus pertanyakan perasaan itu saat aku sudah mulai bisa melupakannya”aku terus bergumam dalam hati. dadaku terasa sakit, dia datang seperti membawa luka lama yang sudah aku obati dengan keteguhan hatiku, Aku terus bergeming dalam hati, mencoba melupakan lagi semua hal indah tentangnya dan semua perasaan yang pernah ada.

Tapi aku tercekat,ketika aku melihat sesosok gadis berambut panjang berlari cepat dari ujung tangga dan berlalu ke arah luar. “jangan-jangan..??” ucapku lirih dengan perasaan hati yang mulai kacau.Sesegera mungkin ku percepat langkahku menuruni tangga dan ku kejar gadis itu.tapi langkahnya semakin cepat dan terus semakin cepat, bersikap dingin dengan semua hal di depannya, dengan tak menghiraukan siapapun yang berusaha menyapanya. Hatiku semakin kacau, semua hal indah yang barusaja aku rasakan berubah dengan sebuah rasa gelisah yang mendalam. Dengan berusaha menghibur hatiku sendiri kupercepat langkahku dan ku tarik tangannya lalu kugenggam erat-erat, tangannya dingin,dan basah.dia berusaha menghempaskan genggamanku, tapi kupegang erat-erat tangannya lagi lalu kucoba peluk tubuhnya sekuat mungkin untuk menenangkan hatinya. Tapi dia melepaskan semua itu dengan cekat.
“Sya..!!!Lepasin aku!!” bentaknya, dengan lekas melepaskan tangannya dari genggamanku dengan terlihat butiran-butiran bening yang mulai memenuhi kedua sudut matanya.Nafasku terasa sesak, tubuhku terasa lunglai, dia begitu kasar, tak pernah sekalipun dia bersikap seperti ini padaku sebelumnya.menyakitkan!!
“Tha…tolong dengerin semua penjelasanku dulu” ucapku penuh iba
“Udah Sya, nggak ada yang perlu dijelasin lagi, aku sudah tahu semuanya..”
“Tha, tapi apa yang kamu lihat tadi tak seperti apa yang kamu fikirkan…”
“ lalu apa..??? apa yang ingin kau jelaskan!!!! Aku nggak nyangka ternyata di belakangku kau seperti itu” ucapnya dengan menunjuk kan jari telunjuknya tepat ke arahku
“Tha aku bisa jelasin semuanya, aku nggak mau persahabatan kita hancur Cuma gara-gara ini!!” tambahku dengan suara yang lirih, mencoba mengambil hatinya, tapi rasanya semua hanya sia-sia
“Kau tahu apa yang aku fikirkan sekarang??? Aku kecewa denganmu dan lebih baik kita seperti ini!! Nggak akan pernah ada kata persahabatan lagi diantara kita.!” Ucapnya semakin keras, akhirnya kudengar juga kata itu dari mulutnya, sebuah kata yang sangat aku takutkan dan tak pernah kuharapkan keluar dari mulutnya. Dia segera berlalu tanpa mengucapkan kata apapun lagi, berlalu meninggalkaku dengan semua egonya. Aku tetap berdiri dan diam membatu dengan tetesan air mata yang mulai berjatuhan, hatiku terasa sakit, jiwaku terasa hilang, semua kebahagiaanku kini terasa terbang dan melayang jauh.. Persahabatanku harus retak hanya gara-gara kesalahpahaman yang tak mudah tuk dimengerti satu sama lain.apa aku salah kalau aku mencintai orang yang ternyata kekasih sahabatku???

Satu minggu lebih sudah berlalu, rasanya hari-hariku kelabu. Tak ada kata semangat seperti biasa yang selalu aku tanamkan dalam jiwaku setiap kumemulai hariku. Perlahan-lahan persahabatanku merenggang, tanpa ada kata maaf sedikitpun terucap dari mulut mytha,, yang ada hanya sikap acuh yang seakan-akan tak pernah mengenalku.tapi ku kuatkan hatiku, kucoba tuk memulainya. Aku berjalan menghampirinya, yang berdiri tepat di bawah pohon yang rindang di taman sekolah,lalu kumulai membuka mulutku tuk ucap kata permintaan maaf, dia berusaha menghindar tapi kuraih tangannya,
“Tha…coba lihat kalung ini,” pintaku dengan menyodorkan sebuah kalung dengan hiasan liontin sepasang dolphin
“ini tanda persahabatan kita tha….nggak hanya itu, ini adalah saksi bisu semua janji kita”

Dia tetap tak menghiraukanku, dan tetap berusaha melepaskan genggamanku
“selalu percaya, setia dan peduli…itukan janji yang pernah kita ucapkan!!aku nggak mungkin menghianati janji kita tha…”

Mytha mulai memandangku, dan menatap erat-erat mataku, mencoba mencari ketulusan tentang semua yang aku ucapkan.
“maafin aku Sya…” jawabnya dengan suara lembut

Terlihat butiran-butiran bening memenuhi sudut matanya, lalu perlahan-lahan jatuh dan membasahi pipinya.
“nggak seharusnya aku bersikap kayak gini ke kamu hanya karena cowok, aku baru sadar kalu nilai persahabatan lebih berarti” ucapnya dengan penuh penyesalan,
Sesegera mungkin kupeluk tubuhnya yang mungil itu, terasa tetesan air mata membasahi pundakku dan air mataku juga tak tertahan lagi dan mulai berjatuhan. Kami terhanyut dalam sebuah penyesalan, teringat akan semua kebersamaan, tersatukan oleh kepercayaan dan janji yang pernah terucapkan.

Aku lebih baik memendam semua perasaan ini dari sahabatku, dan perlahan-lahan ku kubur lagi dan kubuang jauh-jauh hingga akan menjadi sebuah rahasia hanya antara aku dan perasaanku.

Waktu terus berlalu, kini semua telah berubah, semua ketegangan telah terlewati, Berganti dengan suasana bahagia dan ceria dari semua kawan-kawanku, termasuk aku. Karena hari ini akan menjadi hari bersejarah dan hari yang akan terkenang indah dalam hatiku dan semua temanku. Karena hari ini kami akan diwisuda setelah hasil ujian kami dinyatakan lulus semua. Semua tampak mengabadikan moment yang hanya akan terjadi seumur hidup sekali ini, berebut mengabadikan foto kenangan bersama teman-teman dan guru idola mereka. tapi aku masih teringat akan janji yang pernah aku ucapkan, tepatnya satu tahun yang lalu. Saat dimana ku harus menyimpan sebuah kejujuran yang sebenarnya ingin aku ungkapkan
“Reivan….yah..”ucapku bergeming dalam hati.
Kubuka sebuah saku kecil yang ada di dalam ranselku, terlihat sebuah amplop berwarna biru yang masih tertutup rapi, masih terlihat sama seperti dulu, berisi goresan tinta tentang apa yang aku rasakan saat aku menuliskannya. Hanya saja sedikit kusam karena tertindih buku-buku yang selalu bergantian mengisi tas ranselku yang sempit, kuambil amplop itu dan aku genggam erat-erat.

Kulihat sekelilingku, pandangan mataku berhenti saat aku melihat sosok yang dulu pernah mengucap janji di bawah tangga sekolah bersamaku, Reivan.Aku berjalan mendekatinya dengan perasaan yang sudah berbeda. Dia melihat ke arahku dan keluar dari kelompoknya kemudian berjalan mendekatiku.
“Aku cuma ingin menepati janjiku dulu van,” ucapku dengan menyodorkan amplop berwarna biru yang sudah hampir satu tahun menginap di dalam ranselku.
“Apa ini sya..??” tanyanya,
“Aku pernah mengucap janji padamu, dan semua itu ada di dalam surat ini”
Reivan mulai membuka amplop berwarna biru itu, dan saat itu juga aku berlalu meninggalkannya menuju mobil yang sudah hampir satu jam menungguku di depan gerbang sekolah.

Untuk reivan,,
Saat kau membaca ini, satu tahun sudah berlalu,,tapi aku tetap ingin menepati janjiku.yang kemarin kita ucapkan di tangga sekolah. Aku tahu sebenarnya ini berat, karena aku harus membuka lagi luka lama yang sudah aku pendam. Tapi, saat kau baca ini, semua perasaan itu sudah berubah, meskipun aku menuliskan apa yang aku rasaan saat ini, aku memang masih menyimpan semua rasa itu, tapi, kau tak pernah tahu itu. tapi saat kau baca ini semua rasa itu telah berubah,berubah layaknya gumpalan asap yang dihempaskan oleh sang bayu hingga terbang jauh ke angkasa dan berubah menjadi rintikan air hujan.aku memang mencintamu, tapi aku lebih mencintai sahabatku,mytha.aku memang menyayangimu,tapi aku juga menyayangi sahabatku. Meskipun semua itu harus aku ungkapkan dengan menyakiti diriku sendiri dengan mengorbankan apa yang aku cintai untuknya karena dia juga mencintaimu seperti aku yang mencintaimu. Terimakasih telah mengajarkanku tentang ketegaran, terimakasih telah mengajarkanku arti pengorbanan, dan terimakasih sudah pernah menjadi orang yang mengisi kekosongan hatiku..terimakasih……..raih impianmu,dan dapatkan sosok yang lebih baik dariku. Kini, saat kau baca ini, kau telah menjadi bagian dari masa laluku….

Salam dariku,
Raisya Ayu

Aku langsung membalikkan tubuhku dan berlalu meninggalkannya menuju mobil yang sudah berjam-jam menungguku. Lalu perlahan-lahan mobil yang ku kendarai berjalan dan berlalu meninggalkan kampus tercinta yang penuh dengan banyak cerita, tawa, canda, ceria, tangis semua menyatu. Tapi semua itu terasa menjadi kenangan terindah ketika ku mulai berlalu meninggalkannya. kubuka buku dairyku untuk mengisi halaman terakhir yang kini juga akan menjadi penutup masa akhirku di SMA. Dan kutulis dengan tulisan besar bertinta merah “selamat tinggal reivan,,selamat tinggal masalaluku,,Aku datang masa depan, kan kuraih impianku” lalu kututup buku dairyku dan kumasukkan ke dalam tas dan kunikmati perjalanan meninggalkan kampus tercinta bersama semua kenangan yang kini telah tertulis rapi di buku harianku